Pelayanan di Desa Mandek, Imbas Kebijakan Bupati Mojokerto Terkait Pembagian DAU

by -20 Views
Ratusan kepala desa (kades) dan perangkat desa di Kabupaten Mojokerto menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto, Rabu (24/12/2025).
banner 468x60

dentum.id, Mojokerto – Ribuan perangkat desa dan kepala desa (kades) di Kabupaten Mojokerto menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto, Rabu (24/12/2025).

Aksi unjuk rasa ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemangkasan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2026 yang dinilai berdampak pada penurunan signifikan pendapatan tetap aparatur desa serta terganggunya pelayanan publik di tingkat desa.

banner 336x280

Massa aksi, yang tergabung dalam Gerakan Pamong Majapahit, mulai memadati halaman Kantor Pemkab Mojokerto sejak pagi hari. Mereka menyampaikan aspirasi melalui orasi dan membentangkan sejumlah spanduk berisi tuntutan pengembalian ADD seperti semula serta penolakan pemotongan gaji aparatur desa.

Dalam pelaksanaannya, aksi sempat berlangsung tidak kondusif. Sejumlah perwakilan kepala desa dan perangkat desa mengikuti audiensi dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Mojokerto hingga dua kali. Namun, pertemuan tersebut belum membuahkan hasil sesuai harapan massa aksi.

Salah satu perwakilan perangkat desa, berinisial HS, menyampaikan kekecewaannya terhadap kebijakan efisiensi anggaran nasional yang berdampak pada dana transfer ke daerah. Menurutnya, pemangkasan Dana Desa (DD) dari pemerintah pusat tetap didukung meski nilainya dipangkas hingga 60 persen.

“Sungguh menyayangkan dengan adanya efisiensi nasional yg mengurangi dana transfer ke daerah berdampak pada beberapa elemen utama dalam penggaran di Pemerintah Desa, DANA DESA (DD) yang di pangkas dari pusat guna pemberdayaan masyarakat dalam bentuk Koperasi Desa Merah Putih, namun untuk hal ini kami sangat mendukung Program pemerintah pusat, meski harus dipangkas hingga 60% yg tadinya rata2 900jt-1milyar menjadi 300-400jt/desa,” ujar HS.

Namun demikian, HS menegaskan bahwa pemangkasan ADD di tingkat kabupaten berdampak langsung pada operasional dan pelayanan pemerintahan desa.

“Alokasi Dana Desa (ADD) ternyata juga berdampak dari Transfer ke daerah tersebut, ADD yang notabene didalamnya terdapat kebutuhan untuk jalannya pelayanan di desa, diantaranya Siltap/Gaji Kades & perangkat desa, operasional BPD, Biaya MUSDES, Keamanan lingkungan, operasional perkantoran seperti pembayaran listrik kantor, jaringan internet kantor, kebutuhan perawatan harian kantor dan kertas/alat tulis kantor juga terdampak,” kata HS.

HS juga menyampaikan, keluhan tersebut sebelumnya telah disampaikan melalui audiensi antara perwakilan perangkat desa dari 18 kecamatan dengan Sekda Kabupaten Mojokerto. Audiensi itu dihadiri Sekda, Kepala BPKAD, Kepala Bapenda, serta Kabid Bina PMDES/DPMD beberapa hari sebelum aksi demonstrasi digelar.

“Dalam audiensi tersebut kami mendapatkan informasi akibat dari pemangkasan Transfer Kedaerah banyak mengurangi penganggaran di Dalam birokrasi Kabupaten diantaranya, rapat-rapat dan ceremonial, TPP ASN, Perjalanan Dinas, program infrastruktur yg bukan perioritas dan pengurangan ADD disetiap desa kisaran 100-200 juta per desa, yang jika ditotal pengruangan ke desa nilanya 32 milyar se kabupaten, namun ada sedikit ganjalan dalam pemaparan yang disampaikan oleh Tim penganggaran yg dikomandani SEKDA, perihal proyek pemindahan atau pembangunan kantor Bupati baru. Kami tidak mendengar bahwa proyek tersebut di Efisiensi atau dikurangi, seolah pemindahan Kantor Kabupaten Mojokerto menjadi perioritas yg tidak bisa diganggu gugat,” ucap HS.

HS menilai kebijakan tersebut ironis karena anggaran yang telah disepakati dalam sidang paripurna DPRD pada November lalu justru mengorbankan pelayanan masyarakat di desa.

“Jadi anggaran operasionalnya diambilkan dari sumber ADD sebagaimana tersebut diatas, penerapan PP (Peraturan Presiden) no.11/2019 yang mengatur gaji perangkat minimal setara ASN Gol. 2A (+/- Rp. 2.120.000) ini tidak tercapai jika ADD yg diterimakan terlalu dipangkas karena ada skema sistem penganggaran 30% dari ADD utk gaji/Siltap Perangkat. Jelas jika dalam hal penganggaran ini tidak bisa diganggu gugat karena keduanya diatur dalam PP dan sistem Keuangan Desa,” ujar HS.

Menurut HS, pemangkasan ADD berpotensi melanggar aturan pengelolaan keuangan desa dan menimbulkan sanksi. Ia menyebut secara garis besar ADD ke desa dikurangi hingga Rp32 miliar demi mencukupi proyek pemindahan atau pembangunan kantor Bupati baru senilai Rp100 miliar di tengah kebijakan efisiensi anggaran.

“Kiranya Proyek yg terlalu ambisius ini justru melemahkan kinerja pelayanan kepada masyarakat krn saat ini segala kepengurusan dilakukan di kantor desa CAPIL, DTSEN atau PKH, pelaporan pajak online, pengajuan KIS dan cek BPJS dan lain-lain dalam pelaksanaannya tidak ada bantuan ATK atau operasional dari masing-masing Leading Sektor aplikasi-aplikasi tersebut. Masyarakat yang taunya semua itu bisa mengurus didesa kedepan tidak akan lagi bisa mengurus karena kebutuhan-kebutuhan ATK, Internet dan perawatan alat kantor sudah tidak tersedia secara maksimal,” imbuh HS.

HS menambahkan, dampak lanjutan dari kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan kekacauan data di tingkat kementerian apabila pelayanan administrasi di desa tidak berjalan optimal.

“Jadi tuntutan kami tidak hanya untuk perut kami sendiri namun demi stabilitas kondisi di Desa dalam menjalankan pelayanan dan program pemerintah Pusat/Provinsi/Daerah. Namun Tetap Memperhatikan aturan-aturan dan undang-undang yang berlaku,” tutup HS.

Melalui aksi ini, massa berharap Pemerintah Kabupaten Mojokerto menyesuaikan kembali pagu ADD tahun 2026 agar disamakan dengan tahun 2025, serta meninjau ulang penganggaran proyek pemindahan atau pembangunan kantor Bupati baru agar tidak mengorbankan pelayanan publik di tingkat desa. (dka)

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.