dentum.id, Mojokerto – Seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) perempuan di Kota Mojokerto berinisial ANL (27) melaporkan mantan lurah berinisial SH ke Polres Mojokerto Kota atas dugaan penipuan dan penggelapan. Laporan tersebut teregistrasi dalam STTLPM/404.SATRESKRIM/XII/2025 pada 8 Desember 2025.
ANL, warga Desa Kenanten, Kecamatan Puri, mengaku mengalami kerugian hingga Rp189,5 juta setelah meminjamkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan PNS miliknya untuk pengajuan kredit bank. Kredit itu diajukan atas permintaan SH ketika masih menjabat sebagai lurah.
Laporan ANL diterima Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Mojokerto Kota dengan dugaan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan sebagaimana Pasal 378 dan/atau Pasal 372 KUHP.
Kasus ini bermula pada Senin, 12 April 2022 sekitar pukul 14.00 WIB. ANL dipanggil SH ke ruangannya di salah satu kantor kelurahan di Kota Mojokerto. Saat itu SH masih menjabat sebagai lurah.
Kepada ANL, SH mengaku membutuhkan uang untuk biaya pendidikan anaknya. Ia kemudian meminta ANL mengajukan pinjaman bank menggunakan SK PNS miliknya sebagai jaminan. SH berjanji mengembalikan seluruh uang tersebut paling lambat 31 Desember 2022. Merasa percaya kepada atasannya, ANL menyetujui permintaan tersebut dan pinjaman Cair, Dana Ditrasnfer ke Istri SH
Pada 14 April 2022, ANL mengajukan pinjaman ke Bank Jatim Mojokerto. Seluruh proses administrasi dilakukan melalui SH, termasuk pengiriman berkas melalui WhatsApp. ANL hanya datang ke bank untuk tanda tangan pencairan.
Pinjaman sebesar Rp189.500.000 akhirnya cair pada 18 April 2022 dengan angsuran Rp2.400.000 per bulan selama 20 tahun. Atas arahan SH, seluruh dana ditransfer ke rekening istri SH berinisial LPT.
Namun hingga jatuh tempo pelunasan yang dijanjikan, 31 Desember 2022, SH tidak mengembalikan uang tersebut.
Meski janji pelunasan tak ditepati, SH masih sempat mengirim sejumlah uang untuk membantu membayar angsuran, Mei 2022 – Desember 2023: Rp2.200.000/bulan, Desember 2023: tambahan Rp11 juta, Januari – April 2024: Rp2.200.000/bulan, Mei 2024 – Februari 2025: Rp2.400.000/bulan, November 2025: Rp1.500.000, Desember 2025: Rp2.400.000.
Namun sejak Maret 2025, SH berhenti total melakukan pembayaran. Akibatnya, ANL harus menanggung sendiri cicilan pinjaman yang bukan untuk kepentingannya.
ANL mengaku telah berulang kali mencoba menemui SH, namun selalu dihalangi keluarga dengan alasan SH sedang keluar kota.
Dalam keterangannya, ANL menyebut pernah meminta jaminan kepada SH. Terlapor memberikan sepeda motor Honda GL yang kondisinya rusak, pajak mati, dan tanpa BPKB. SH menyebut motor itu bernilai Rp11 juta, dan apabila dikembalikan, ia akan melunasi Rp2,4 juta sebagai angsuran bulanan.
Namun ketika motor dikembalikan ke rumah SH, pihak keluarga menolak menerimanya karena SH tidak berada di rumah.
Upaya mediasi yang difasilitasi pengacara ANL pada Juni 2024 juga gagal karena SH tidak hadir meski sebelumnya sepakat.
Saat melapor ke Satreskrim Polres Mojokerto Kota, ANL didampingi kuasa hukumnya, Jaka Prima, S.H., M.H., M.Pd. Jaka menduga akan ada korban lain dengan modus serupa.
“Kami berharap laporan ini membuka jalan bagi korban lain yang mungkin belum berani melapor. Modusnya menyasar PNS baru yang mudah ditekan karena takut pada pimpinan,” ujar Jaka, Senin (8/12/2025).
Menurutnya, kasus semacam ini berulang karena ketimpangan relasi antara atasan dan bawahan.
“SK pengangkatan PNS dipinjam dengan alasan kebutuhan keluarga atau pekerjaan, tapi digunakan untuk kepentingan pribadi oknum tersebut,” katanya.
Jaka memastikan pihaknya akan mengawal proses hukum hingga tuntas dan meminta penyidik menggali kemungkinan adanya korban lain.
Satreskrim Polres Mojokerto Kota telah menerima laporan ANL dan akan melakukan penyelidikan sesuai prosedur. Dugaan kasus ini masuk kategori penipuan dan/atau penggelapan dengan ancaman pidana maksimal 4 tahun penjara. Hingga kini, SH belum memberikan keterangan dan tidak dapat dihubungi.
Sementara itu, ANL berharap SK pengangkatan PNS miliknya dapat kembali, dan cicilan kredit 20 tahun yang kini ia tanggung dapat dihentikan melalui proses hukum. (dka)













